Paus Hibrida Baru Ditemukan

Senin, 31 Januari 2011

Paus Hibrida Baru Ditemukan
itor: A. Wisnubrata
Senin, 31 Januari 2011 | 14:05 WIB
Paus Minke

KOMPAS.com
 - Hibrida alias hasil kawin silang antara Paus Minke Antartika dan Paus Minke Artik ditemukan dalam analisis DNA seekor paus yang ditangkap oleh pemburu asal Norwegia. Penemuan tersebut dipublikasikan di jurnal PLoS ONE yang terbit 22 Desember 2010 lalu.

Penemuan hibrida tersebut sangat mengejutkan. Ilmuwan tak pernah memperkirakan kedua jenis itu bisa bertemu, bahkan lewat proses migrasi. Pola pergantian musim yang berlawanan antara bagian bumi utara dan selatan adalah penyebabnya.

Ketika belahan utara bumi mengalami musim gugur, belahan selatan bumi mengalami musim semi. Akibatnya, arah migrasi kedua paus berlawanan, Paus Minke Artik bergerak ke Ekuator sementara Paus Minke Antartika bergerak ke kutub.

Hingga seekor paus ditemukan oleh Kevin Glover dari Institute of Marine Research, Bergen, Norwegia tahun 2007. Setelah dianalisis DNA-nya, paus itu ternyata merupakan hibrida dari Paus Minke Artik dan Antartika.

Penemuan itu menggugurkan pandangan tentang kemustahilan dua jenis paus tersebut bertemu. Hasil analisa DNA menunjukkan, Paus Minke Antartika bisa bergerak lebih jauh hingga belahan bumi utara, bertemu dan kawin dengan Paus Minke Artik.

Sampai saat ini, peneliti belum mengetahui apakah terciptanya hibrida itu hanya sebuah kebetulan atau sudah menjadi tren. Penelitian tentang populasi paus hibrida ini masih diperlukan untuk mengungkap.

Namun, ilmuwan menduga kejadian tersebut terkait dengan hasil studi ilmuwan Jepang. Dikatakan, populasi Paus Minke Antartika menurun drastis di era 80an dan 90an. Populasi crustacea yang biasa menjadi mangsa paus ini juga menurun.

"Hasil riset ilmuwan Jepang bahkan menunjukkan bahwa lapisan lemak pada tubuh paus juga menipis. Bukan terkait dengan malnutrisi, tetapi menunjukkan kurangnya bahan makanan," kata Glover.

Glover melanjutkan, "kami berspekulasi bahwa jumlah makanan menurun. Hasilnya, paus mulai gencar mencari makanan. Bisa jadi beberapa individu bergerak jauh ke luar wilayahnya dan menemukan jalan menuju Artik."

Ketika beberapa individu tersebut memasuki wilayah Artik, di sanalah mereka bertemu dengan kerabatnya, Paus Minke Artik. Perkawinan menghasilkan hibrida yang baru saja ditemukan akhirnya dimungkinkan.

Relasi Unik Kelelawar dan Kantung Semar


Jika selama ini kantung semar diidentikkan dengan si pemenang karena berhasil menjebak ribuan 
serangga, hasil penelitian ilmuwan asal Brunei Darussalam mengungkap hal berbeda. Kantung semar seolah menjadi pihak yang kalah sebab hanya menjadi toilet alias tempat kencing bagi kelelawar.
Hasil penelitian itu dipublikasikan di jurnal Royal Society Biology Letters bulan ini. Menurut para ilmuwan, relasi antara kantung semar dan kelelawar merupakan kasus kedua yang menggambarkan relasi tanaman karnivora dan mamalia. Sebelumnya, pada tahun 2009, dilaporkan hubungan antara tikus dan tanaman karnivora.
Ilmuwan yang meneliti kantung semar ini adalah Ulmar Grafe, seorang biolog dari Universitas Brunei Darussalam. Ia meneliti spesies kantung semar raffles atau Nepenthes rafflesiana varietas elongata. Sementara spesies kelelawar yang digunakan adalah hardwicke, ditangkap di sebuah hutan rawa gambut wilayah Brunei Darussalam.
Menurut Grafe, walaupun kantung semar tampak sebagai pihak yang kalah karena dikencingi, sebenarnya kantung semar adalah yang menang. Dengan urine dan feses kelelawar, kantung semar mendapatkan nutrisi tambahan berupa nitrogen. Analisis kimia pada kantung semar raffles menunjukkan, sebanyak 33,8 persen nutrisinya berasal dari kotoran kelelawar.
Malah, peneliti menemukan, kantung semar beradaptasi menjadi toilet terbaik bagi si kelelawar. Kantung semar memiliki kantung yang tumbuh memanjang, silindris, dan berdiameter kecil. Lubang pada kantung juga sangat mendukung bagi kelelawar untuk membuang kotorannya.
Kantung semar raffles justru kurang beradaptasi untuk menjebak serangga. Jenis  ini mengeluarkan senyawa volatil (mudah menguap) yang lebih sedikit daripada jenis lain. Akibatnya, tak begitu banyak serangga yang terjebak dalam kantungnya. Jenis ini juga memproduksi senyawa pencerna serangga yang juga lebih sedikit.
Peneliti melaporkan, meski kelelawar juga memakan serangga, kompetisi antara kelelawar dan katung semar tak ditemukan. Kelelawar juga tak pernah memakan serangga yang terjebak dalam kantung semar. Relasi antara keduanya murni mutualisme, kelawar mendapat tempat untuk membuang kotoran dan kantung semar mendapar nutrisi dari kotoran.
Grafe mengungkapkan, relasi tersebut terbentuk lewat proses evolusi setelah kelelawar bertengger di kantung semar. "Penggunaan secara insidental mungkin berevolusi menjadi reguler dan eksklusif ketika tanaman merespons dengan beradaptasi. Kantung semar menjadi tempat yang lebih atraktif untuk bertengger," papar Grafe.

Asap Gunung Anak Krakatau Capai 800 meter


KOMPAS/LUCKY PRANSISKAIlustrasi
CINANGKA, SERANG, KOMPAS.com - Ketinggian asap Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda mencapai 800 meter dari sebelumnya 1.200 meter karena aktivitas letusan menurun.
"Berdasarkan visual dari pos Pemantau Gunung Anak Krakatau (GAK), tinggi asap gunung merapi yang ada di perairan Selat Sunda mencapai 800 meter," kata Kepala Pos Pemantau GAK di Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, Anton S Pambudi, Selasa (1/2/2011).
Dia menjelaskan, aktivitas kegempaan di GAK masih fluktuatif, meskipun hanya dapat dilihat dari ketinggian asap. "Kami memang sampai dengan hari ini belum dapat melihat secara pasti aktivitas kegempaan seperti tremor harmonik, letusan dan sebagainya dikarenakan alat pencatat di pos tidak bisa merekam aktivitas kegempaan yang dikirim dari Sismometer yang ada di GAK," katanya.
Meski demikian, Pusat Vulkanalogi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) masih menetapkan GAK status ’waspada’ atau level II. "PVMBG masih menetapkan status GAK pada level II, dan belum menarik larangan warga atau kepada turis agar tidak mendekat pada radius dua kilo meter," ujarnya.
Sementara itu untuk arah asap GAK sendiri masih menurut Anton, lebih codong ke selatan atau ke arah laut lepas.  "Asapnya masih mengarah ke laut lepas, sehingga debu yang biasa mengotori rumah warga tidak terjadi lagi, karena arah anginnya bukan ke utara atau timur," katanya.



dunia belajar

Senin, 17 Januari 2011
saat ini remaja lebih suka bermain dari pada belajar........
padahal belajar itu sangat bermanfaat bagi kita semua.........
boleh saja bermain....... tpi kita harus utamakan sekolah